Kalau pergi ke Bali, Anda akan mendapati kalau sebagian besar nama orang Bali memiliki embel-embel, Wayan, Made, Nyoman, atau Ketut. Pemakaian nama tersebut pun tidak terbatas pada laki-laki, tapi juga untuk wanita. Tak heran, kalau Anda memanggil seseorang dengan panggilan Ketut, tak menutup kemungkinan kalau tidak akan ada orang yang menoleh.
Terkait penggunaan nama oleh warga Bali, ada hal yang harus diperhatikan. Pemakaian nama tersebut tidak dilakukan secara sembarangan. Mereka memiliki tradisi untuk setiap nama anak. Ada 3 faktor yang mempengaruhi nama yang disematkan pada seorang anak, yakni jenis kelamin, kasta, serta urutan kelahiran.
Urutan Kasta di Bali
Seperti halnya pada penganut agama Hindu, masyarakat Bali memiliki sistem kasta. Sistem kasta tersebut merupakan warisan secara turun-temurun dari leluhur. Ada 4 pembagian kasta yang ada di sistem kemasyarakatan warga Bali, yaitu:
Kasta Brahmana
Kasta brahmana menjadi kasta tertinggi. Pada zaman dahulu, orang-orang yang ada pada kasta brahmana bukanlah orang sembarangan. Mereka adalah orang yang menjadi seorang pemuka agama atau bagian dari keluarga pemuka agama.
Biasanya, pemuka agama yang menjadi bagian dari kasta tertinggi ini tinggal di sebuah kompleks disebut dengan griya. Selanjutnya, griya itu mereka turunkan kepada keturunannya.
Namun, kondisi itu telah berubah. Tak semua anggota kasta brahmana memiliki profesi sebagai soerang pemuka agama. Ada pula yang bekerja di bidang lain. Meski begitu, mereka tetap memiliki keistimewaan karena tinggal di griya.
Orang-orang yang termasuk dalam kasta ini biasanya menggunakan nama Ida Bagus untuk laki-laki. Sementara itu, bagi wanita biasanya menyematkan nama Ida Ayu atau disingkat Dayu.
Baca Juga:
- Mengenal Lebih Jauh Keberadaan & Peran Kasta Brahmana di Bali
- Mengenal Lebih Dalam Mengenai Sistem Kasta Masyarakat Bali
- Nama Ketut & Nyoman Terancam Punah!, Ini Penyebabnya
- Beragam Jenis Sapaan Warga Bali
Kasta Kesatria
Kasta kesatria ditujukan bagi para bangsawan anggota kerajaan. Seperti halnya brahmana, mereka tinggal di area sekitar puri tempat leluhur. Namun, saat ini kondisinya sudah berubah. Ada pula anggota kasta kesatria yang tinggal di luar negeri dan profesinya tidak melulu di bidang pemerintahan.
Penggunaan nama pada orang-orang yang termasuk kasta ini juga cukup banyak. Anak Agung yang disingkat Gung, Cokorda disingkat Cok, Desak, serta Gusti merupakan jenis nama yang kerap mereka pakai. Selain itu, ada pula penyematan nama Dewa dan Dewa Ayu.
Kasta Waisya
Kasta yang ketiga, yakni waisya adalah orang-orang yang berprofesi sebagai pedagang serta industri. Umumnya, mereka memakai nama Ngakan, Si, Sang, serta Kompyang. Hanya saja, nama tersebut kini sudah jarang digunakan karena asimilasi dengan kasta sudra.
Kasta Sudra
Sudra merupakan kasta terendah yang ada dalam sistem masyarakat Pulau Bali. Berbeda dengan kasta lain, sudra merupakan kasta yang tidak memiliki gelar. Sebagai gantinya, penamaan orang-orang di kasta sudra lebih mengacu pada urutan kelahiran.
Jenis Kelamin
Faktor kedua yang mempengaruhi nama adalah jenis kelamin. Laki-laki memiliki tipe nama yang berbeda dengan wanita. I merupakan jenis awalan yang dipakai untuk bayi laki-laki, contoh I Gede, I Dewa. Sementara itu, Ni digunakan untuk perempuan.
Pada kasta sudra, Luh kerap digunakan sebagai nama yang mengindikasikan jenis kelamin anak perempuan. Ayu yang memiliki arti jelita juga menjadi nama yang sering digunakan untuk identitas anak perempuan. Sementara itu, kasta selain sudra juga kerap memakai istri yang merupakan padanan untuk nama Ayu pada wanita.
Urutan kelahiran
Terakhir, urutan lahir juga menjadi cara orang Bali menamakan anaknya. Anak pertama biasa menggunakan nama Wayan, Putu, atau Gede. Sebagai catatan, untuk kaum bangsawan, biasanya lebih memilih menggunakan nama Putu ketimbang Gede ataupun Wayan.
Sementara itu anak kedua biasa diberi nama Made yang berasal dari kata madya yang artinya tengah. Alternatifnya, bisa pula menggunakan nama Kade, Kadek, dan ada pula beberapa daerah di Bali yang memakai nama Nengah.
Selanjutnya, anak ketiga cenderung diberi nama Nyoman atau Komang. Nama ini memiliki arti muda yang berasal dari kata anom. Terakhir, anak keempat umumnya bernama Ketut. Ketut memiliki kata asal ketuwut yang artinya mengikuti.
Lalu, bagaimana kalau ada lebih dari 4 anak dalam sebuah keluarga? Mudah saja. Pemakaian nama sesuai urutan lahir akan berulang. Unik, kan?
featured image via Travel with Putu
0 Comments