Dalam sebuah arsitektur Bali, terdapat istilah yang dinamakan Tri Mandala. Secara mudahnya, istilah ini mengacu pada pembagian tempat untuk peribadatan di pura. Lantas, bagian apa sajakah itu dan bangunan apa saja yang menggunakan konsep tersebut?
Mengenal Pengertian Tri Mandala
Istilah ini sejatinya terdiri dari dua kata, yakni “tri” yang artinya tiga dan “mandala” yang berarti tempat. Dengan demikian, istilah tersebut sejatinya dapat diartikan sebagai tiga tempat untuk melakukan suatu kegiatan upacara.
Ketiga Mandala sejatinya merupakan panduan dan pedoman untuk membagi area atau lahan pura menjadi tiga area berdasarkan tingkat kesuciannya. Kalau kamu sadari, suatu pura umumnya memang dibagi menjadi tiga, yakni area luar, tengah, dan utama.
Baca Juga: 5 Fakta Menarik Tentang Pura Dasar Bhuana Di Gelgel
Pembagian Zona Tri Mandala
Setelah mengetahui apa itu tri mandala, ada baiknya kalau kamu juga mengetahui secara rinci pembagian area mandala pura. Meski demikian, perlu dipahami dulu jika pura merupakan tempat suci yang berfungsi untuk melaksanakan ajaran dharma dengan dua dimensi utama, yaitu:
- Dimensi vertikal, di mana komunikasi dan hubungan warga Hindu dengan Brahma atau Hyang Widhi terjadi secara vertikal dan bersifat ritus-spiritual.
- Dimensi horizontal, di mana komunikasi dan hubungan antar-manusia bersifat ritus-sosial, baik ke sesama warga Hindu maupun masyarakat luas pada umumnya.
Kedua dimensi aktivitas tersebut sudah pasti harus dilaksanakan secara seimbang dan serasi sebagai bentuk implementasi nilai-nilai dan ajaran Hindu Dharma. Oleh karena itu, pelaksanaan keduanya hendaknya disesuaikan dengan tempat (desa), waktu (kala), dan ruang (patra).
Baca Juga: Fungsi Candi Bentar Dalam Arsitektur Bali
Dari konsep dasar inilah, warga Hindu membangun suatu bangunan dengan berdasarkan Tri Mandala tersebut. Adapun pembagiannya didasarkan pada tiga area, yaitu Uttama mandala (area utama), Madhayama mandala (area tengah), serta Kanistama mandala (area luar).
1. Uttama mandala atau Utama mandala
Dalam sebuah pura, bagian ini digunakan sebagai tempat yang paling utama untuk melakukan pemujaan. Dalam Utama mandala ini kamu bisa mendengarkan lagu-lagu pemujaan yang dipersembahkan oleh Pemangku atau pemimpin umat.
Selain itu, pada tempat ini juga disampaikan ucapan Japa Veda dari pihak Sulinggih yang kemudian diiringi dengan suara Bajra. Akan terdengar juga suara Kidung yang merdu dan diyakini oleh umat Hindu sebagai pengantar doa-doa mereka.
2. Madhayama mandala atau Madya mandala
Merupakan tempat yang berada di bagian tengah yang memiliki nilai semi-profan. Salah satu bagian dari tri mandala ini juga difungsikan sebagai area peralihan atau area transisi yang umumnya terdapat bangunan berupa Apit Surang (Candi Bentar).
Baca Juga: Filosofi Asta Kosala Kosali, Fenghsui Ala Bali
Area ini dibuat dengan makna sebagai pemutus pikiran kotor yang mungkin masih melekat ketika pergi ke pura. Selain itu, umumnya pada bagian ini dibangun Bale Kulkul, Bale Kesenian, hingga tempat pesantian dan sangkep para pengempon pura.
3. Kanistama mandala atau Nista mandala
Nista mandala merupakan tempat yang terluar pada area pura. Tempat ini umumnya digunakan sebagai tempat untuk melakukan Upacara Bhuta Yajna (pecaruan) yang dipersembahkan kepada Bhuta Kala. Di beberapa pura, pada bagian luar ini kerap ditemukan bangunan seperti dapur atau yang sering disebut pewaregan.
Contoh Bangunan dengan Tri Mandala
Memang sejatinya, tujuan konsep tri mandala adalah untuk membagi bangunan menjadi beberapa wilayah dalam suatu tempat suci. Dalam hal ini, tentu saja pembagian area pada pura yang menjadi pusat peribadatan umat Hindu.
Menariknya, pembagian zona ini tidak hanya terbatas pada pura-pura yang ada di Bali. Berbagai pura Hindu Dharma yang ada di luar Bali juga tidak jarang menerapkan konsep pembagian area menjadi tiga tempat tersebut.
Kendati demikian, ternyata konsep mandala tidak hanya terdapat pada area pura saja. Kamu juga dapat menemukan konsep ini pada sejumlah rumah penduduk Bali, salah satunya di Desa Tenganan Pegrisingan yang berada di Kabupaten Karangasem, Bali bagian timur.
Sebagai salah satu contoh bangunan yang menggunakan tri mandala, tata ruangan rumah ini umumnya dibagi menjadi tiga, yakni Bagian Utama, Madya, dan Nista. Tentunya dengan fungsi yang sedikit berbeda dibandingkan dengan yang ada di Pura.
Dalam rumah adat Desa Tenganan tersebut, umumnya pada bagian utama meliputi bagian penyembahan, tempat tidur orang tua, serta penyimpanan artefak pusaka. Di bagian Madya, terdapat tempat untuk tidur anak gadis yang masih belum menikah, kemudian ada tempat upacara untuk adat kelahiran dan kematian, ada juga tempat rapat, menenun, dan juga menyimpan padi.
Sementara pada bagian Nista, erat kaitannya dengan area pelayanan seperti tempat memasak, menumbuk padi, mandi, mencuci, sampai peternakan hewan. Ukuran rumah di desa ini umumnya memiliki panjang 25 meter dengan lebar 8-12 meter.
Demikian beberapa penjelasan mengenai Tri Mandala, termasuk pengertian, konsep, hingga pembagian dan contoh bangunan yang menggunakan konsep tersebut. Semoga informasi tersebut bisa menambah wawasanmu mengenai arsitektur di Pulau Dewata, ya!
0 Comments