Upacara Piodalan, Pemujaan Untuk Para Dewa Sebagai Peringatan Pura


upaca piodalan

Mayoritas penduduk Bali beragama Hindu dengan tempat ibadahnya berupa pura. Tempat ibadah tersebut dibangun berdasarkan latar belakang dan fungsi beragam. Itulah sebabnya, Bali juga dikenal dengan Pulau Seribu Pura. Pada setiap pura tersebut rutin diadakan beragam upacara pemujaan. Salah satunya adalah upacara Piodalan atau Odalan. 

Pengertian Piodalan

upaca piodalan
(sumber gambar: balitribune.co.id)

Kata Piodalan memiliki makna lahir atau keluar. Asal katanya adalah wedal. Jadi, upacara ini merupakan bentuk yadnya, atau pengorbanan secara tulus kepada Ida Sang Hyang Widhi yang dilaksanakan pada hari lahirnya pura. Artinya, setiap pura akan memiliki hari yang diperingati sebagai waktu untuk melaksanakan piodalan. Ini juga berlaku untuk pura di luar Bali.

Cara menentukan hari Piodalan ada dua, yaitu menggunakan perhitungan wuku, yang artinya upacara ini dilakukan dua kali dalam setahun. Penghitungan kedua adalah sasih, sehingga upacara hanya dilakukan sekali saja dalam satu tahun. Biasanya, peringatan dilakukan dengan skala sesuai kemampuan. Ada beberapa tingkatan Piodalan, yaitu nista, madya, dan utama.

Jenis-Jenis Piodalan

Terdapat dua jenis upacara yang dilaksanakan untuk memperingati hari lahir pura ini. Jenis tersebut dilaksanakan dengan menyesuaikan jatuhnya hari baik dalam perhitungan penentuan waktu pelaksanaan piodalan. Selain itu, juga berdasarkan skala pelaksanaannya. Untuk lebih jelasnya akan dibahas di bawah ini.

1. Jenis Piodalan Alit

Pelaksanaan upacara jenis Piodalan Alit ini dilakukan oleh pemeluk agama Hindu pada pura yang ukurannya kecil. Umumnya, ritual keagamaan ini dilakukan secara sederhana. Waktu pelaksanaannya adalah satu kali dalam enam bulan. Lebih tepatnya, dalam kurun waktu 210 hari akan diadakan upacara tersebut.

Baca Juga: Upacata Sambah Ayunan, Tradisi Unik Bertujuan Menolak Bala

Konsep perhitungan waktu ini berdasarkan pada putaran jumlah hari, yaitu sejumlah tujuh, dan wuku, sejumlah 30. Merujuk pada perhitungan tersebut, maka prosesi Piodalan akan dilakukan pada hari-hari terbaik dalam periode waktu tersebut. Saat itulah, masyarakat mulai melakukan urutan upacara piodalan di pura.

Biasanya, di pekarangan rumah masyarakat beragama Hindu terdapat bangunan untuk ibadah. Bangunan tersebut dikenal dengan istilah merajan. Jadi, dapat dikatakan, merajan adalah sebuah tempat suci yang digunakan oleh suatu keluarga dalam menyembah Tuhan, dewa, dan leluhur. Upacara piodalan di merajan ini tergolong dalam jenis ritual Odalan Alit.

2. Jenis Piodalan Agung

Sesuai dengan namanya, ini merupakan jenis prosesi pelaksanaan piodalan yang dilakukan di pura dengan ukuran lebih besar. Ritual keagamaan ini dilakukan dengan skala lebih besar dan meriah. Biasanya dihadiri umat Hindu di pura tersebut dalam waktu satu tahun sekali. Hal ini disebabkan oleh penghitungan penentuan harinya didasarkan pada metode sasih

Baca Juga: Upacara Ngenteng Linggih, Upacara Untuk Tempat Ibadah Baru

Pada saat piodalan agung ini, tidak hanya umat Hindu di sekitar pura saja yang datang dan mengikuti prosesnya. Masyarakat di daerah itu yang sedang berada di luar kampung halaman juga biasanya hadir untuk ikut melakukan rangkaian upacara tersebut. Semua orang terlibat dan memberikan sumbangsihnya demi kesuksesan piodalan.

Pelaksanaan Piodalan ini akan ditetapkan berdasarkan terjadinya purnama pada bulan-bulan tertentu. Di antaranya adalah punamaning sasih kapat (bulan keempat), purnamanisng sasih kalima (bulan kelima). Selanjutnnya pada purnamaning sasih kadasa (bulan kesepuluh) dan purnamaning sasih jyesta (bulan kesebelas).

Beberapa Sarana Yang Digunakan Dalam Pelaksanaan Piodalan

Pada sebuah upacara Piodalan, ada beberapa sarana yang digunakan dalam melakukan ritual. Sarana tersebut ada berbagai jenis yang dipersiapkan oleh umat Hindu di pura tersebut secara bergotong royong. Seluruh lapisan masyarakat di sekitarnya. Berikut ini akan dibahas beberapa sarana pendukung ritual Piodalan.

1. Banten

Biasanya, banten ini juga disebut dengan wali yang secara istilah memiliki makna kembali. Maksud dari banten ini adalah mengembalikan apa yang telah dianugerahkan oleh Sang Hyang Widhi dalam bentuk persembahan. Hal ini merupakan wujud dari rasa syukur umat terhadap apa yang telah dinikmatinya. 

Dalam menyusun banten ini, tidak bisa sembarangan, melainkan dengan aturan, komponen, dan penyusunan tertentu. Tujuannya adalah sebagai penghormatan kepada Dewa Agni, Dewa Siwa, dan Dewa Wisnu. Pemilihan warna komponen yang ada dalam sesajen ini pun disesuaikan dengan lambang pemujaan terhadap dewa tersebut.

2. Padmasana

Padmasana ini merupakan sebuah kursi yang bentuknya menyerupai bunga teratai. Kursi ini diletakkan di Tengah-tengah balai pura sebagai tempat utama. Tujuan keberadaan kursi ini adalah sebagai singgasana bagi Sang Hyang Widhi Wasa.

3. Beji dan Wantila 

Beji merupakan sebuah taman suci yang bertujuan untuk tempat pesucian bagi Ida Bhatara sebelum dilakukannya upacara peringatan pura ini. Adapun wantila adalah suatu bangunan yang digunakan oleh masyarakat saat bergotong royong melakukan persiapan sebelum dilaksanakannya upacara. 

Selain itu, tentunya masih banyak lagi sarana yang harus dipersiapkan oleh umat Hindu sebelum melakukan Piodalan. Seluruh sarana tersebut dipersiapkan dengan senang hati dan dalam suasana kekerabatan yang akrab. Gotong royong memang sudah menjadi budaya dalam masyarakat Bali. 

Melalui penjelasan di atas, dapat mulai sedikit mengenal prosesi upacara Piodalan yang dilaksanakan di pura oleh umat Hindu. Wisatawan dapat menyaksikan jalannya upacara pada beberapa pura. Salah satunya Pura tanah Lot. Tampak antusiasme wisatawan dalam menyaksikan upacara sakral tersebut.


Like it? Share with your friends!

-1
Jarot Triguritno
Jarot is a content writer at Kintamani. He keeps on pursuing opportunities to engage with more people through articles about travel